Di sisi lain, Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Tangerang Raya yang ikut mengikuti persoalan ini, mengungkapkan kekecewaannya, terhadap hasil dari rapat koordinasi evaluasi Perwal tersebut.
Ketua Umum Permahi Tangerang Raya, Athari Farhani, mengatakan bahwa beberapa hal yang menyebabkan pihaknya merasa kecewa adalah tidak dilibatkannya unsur masyarakat dalam pembahasan, termasuk pula perihal ketidaktegasan Pemkot Tangsel dalam membuat aturan.
“Ya itulah, pada akhirnya kekecewaan kami dengan tidak dilibatkannya elemen masyarakat, sehingga apa yang seharusnya apa yang lakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ini kan malah kebalikannya, justru Pemerintah lebih suka untuk mengikuti alur para pengembang,” kata Athari.
Athari mengatakan, selain belum tegasnya aturan yang dimaksudkan untuk melindungi masyarakat itu, dirinya mempertanyakan, ketika ada kejadian serupa terjadi di ruas jalan yang tidak diatur, perusahaan dapat berdalih jalan tidak diatur dalam peraturan.
“Saat Permahi mengikuti gelar perkara di Polres Tangsel terkait peristiwa kecelakaan, Kepala Unit satuan lalu sendiri mengatakan, akan sulit untuk meminta pertanggungjawaban kepada perusahaan, karena jalan tersebut belum diatur dalam Perwal. Hal seperti inilah yang kami khawatirkan,” pungkasnya.
Berdasarkan data Polres Tangsel sendiri, hingga Oktober 2019 ini saja, 21 kasus kecelakaan yang mengakibatkan puluhan korban luka dan 9 orang tewas sudah terjadi di Tangsel.